Berikut adalah artikel atau berita tentang poker dengan judul Semar99: Rekomendasi ITS untuk Kebijakan Pemanfaatan Limbah Industri Pupuk yang telah tayang di htogeltarget terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Oleh : IDAA Warmadewanthi, Januarti Jaya Ekaputri, Arman Hakim Nasution, Ady Setiawan, Erwin Widodo, Muhamad Albatros, Dody Hartanto

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 di Indonesia seperti angin segar bagi industri penghasil Fly Ash dan Bottom Ash (FABA). Sebelum adanya peraturan ini, limbah FABA masih dikategorikan sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Namun seiring dengan inovasi dan perkembangan teknologi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan delisting limbah FABA. Namun limbah FABA yang dikeluarkan dari daftar limbah B3 tersebut hanya limbah FABA yang berasal dari PLTU dan/atau dari non stocker boiler. Sebaliknya, apabila limbah FABA tersebut berasal dari tungku industri dan/atau stocker boiler, maka masih dikategorikan sebagai limbah B3.

Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk terbesar di Benua Asia dalam proses produksinya turut menghasilkan limbah FABA. Limbah FABA tersebut dihasilkan dari teknologi Pulverized Coal Boiler dan/atau Circulating Fluidized Bed. Kedua jenis teknologi boiler tersebut merupakan non stocker boiler. Dalam artian lainnya, limbah FABA dari Pupuk Indonesia dapat diusulkan sebagai Limbah Non B3 Terdaftar. Usulan tersebut menjadi bahan audiensi antara Pupuk Indonesia dengan KLHK pada awal September 2021. Hasil audiensi tersebut menyatakan bahwa limbah FABA Pupuk Indonesia akan dikategorikan sebagai limbah Non B3 terdaftar.

Beberapa penelitian dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menyebutkan bahwa limbah FABA pada Pupuk Indonesia memiliki potensi pemanfaatan yang besar khususnya di bidang konstruksi seperti beton, ready mix, paving, maupun timbunan jalan. Perlu diketahui bahwa pemanfaatan limbah FABA telah banyak dilakukan di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh adalah Negara Jepang yang telah memanfaatkan limbah FABA sebesar 100% sebagai semen, bahan konstruksi dan lain sebagainya. Apabila dibandingkan dengan pemanfaatan limbah FABA di Indonesia, maka tentunya pemanfaatan limbah FABA masih cukup terbatas dikarenakan terkendala oleh regulasi. Adanya delisting limbah FABA dari regulasi ini diharapkan dapat mendorong upaya pemanfaatan limbah, minimasi biaya pengelolaan limbah, serta mendukung terciptanya industri hijau.

Selain limbah FABA, Pupuk Indonesia dalam proses produksinya juga menghasilkan limbah gypsum dan kapur. Limbah tersebut dihasilkan dari aktivitas produksi Petrokimia Gresik. Namun, KLHK telah menetapkan kedua limbah tersebut sebagai Limbah Non B3 Khusus. Sehingga, Petrokimia Gresik dapat melakukan pemanfaatan limbah gypsum dan kapur secara mandiri. Pemanfaatan limbah tersebut berupa subtitusi bahan baku produksi. Selain hal tersebut, ITS turut memberikan rekomendasi pemanfaatan limbah gypsum dan kapur. Rekomendasi pemanfaatan tersebut disesuaikan dengan hasil beberapa penelitian limbah gypsum dan kapur milik Petrokimia Gresik. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa limbah gypsum dan kapur memiliki potensi pemanfaatan yang cukup besar terutama di bidang konstruksi seperti pembuatan ubin, papan plester, maupun campuran semen.

Dalam rangka menjaring pendapat skala besar berkaitan pemanfaatan limbah Pupuk Indonesia, maka ITS Surabaya melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) secara online pada tanggal 25 November 2021 lalu. Hasil dari FGD tersebut menunjukkan perlunya keterlibatan seluruh elemen (akademisi, bisnis dan pemerintah) untuk pemanfaatan limbah industri pupuk. Limbah industri pupuk memiliki potensi pemanfaatan yang besar. Seharusnya sektor bisnis dapat diberi kesempatan untuk melakukan kerjasama pemanfaatannya. Namun hal ini masih bersifat terbatas karena implementasi regulasi yang masih mengikat dan kurangnya penyebaran informasi.

Perlu diketahui bahwa limbah industri pupuk ini dapat dimanfaatkan karena produk yang dihasilkan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Selain itu, hasil dari FGD ini juga merumuskan bahwa perlunya deregulasi terkait limbah FABA melihat dari segi teknologi, suhu pembakaran, serta bahan bakunya. Harapannya pengelolaan limbah B3 (khususnya timbunan limbah FABA, gypsum dan kapur) dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga menjadi bernilai. Akumulasi nilai inilah yang nantinya akan berperan signifikan dalam pencapaian industri hijau melalui konsep Circular Economy. Maka dari itu, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk mendorong pemanfaatan limbah industri pupuk yang lebih masif, khususnya FABA, gypsum dan kapur.

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih kepada mbah semar99 atas supportnya.